PUISI





Kata-kata dari mulutnya
Bak seorang artis yang membintangi iklan
Mengobral segala yang dipunya
Tanpa ada nyatanya
Hanya dapat di pandang di tv
Tak terasa di kehidupan nyata
Tapi, mengapa bisa terbuai
Oleh obralan-obralan iklan
Sungguh muak memandang
Sungguh lelah mendengarkan
Iklan terpampang disetiap sudut perkotaan
Sungguh enteng mengobral janji
Tiada tau bisa menepati
Hanya janji yang tercipta di tv
Tanpa ada bukti
Terombang-ambing mendengarkan
Obralan-obralan tak bermutu
Kenapa mampu membuntu logikaku
Diri bagai dikuasai
Tak tercipta pikiran jernih
Kini baru menyadari
Setelah semua tiada bukti










Kala raga dihempas topan
Tersambar petir yang berkilatan
Gosong, terbujur kaku, terpampang
Jelas transparan dipandang
Kala waktu membisu
Merangkai mimpi busuk
Merajut angan didalam otak
Yang tak dapat di format
Ataupun di cut
Kala noda menates
Meninggalkan bekas
Membuat rangkaian dan rajutan merenggang
Membentangkan tembok dan jurang
Kala tangis dibalut tawa
Renyah indah penuh luka
Pelangi dan warna merah
Memusnah bersama
Bermutasi dipangkalan lainnya
Dan kata tak mampu lukiskan
Segala rangkaiaan tak tersampaikan
Sebersit sayatan hempaskan
Tengelamkan dalam keheningan









Dalam gelap malam
Dan pekatnya awan
Kuterdiam sendirian
Merasakan keheningan yang mencekam
Mencekik jiwa dan raga
Sesak nafas tertahan
Udara segar tiada terasakan
Kabut petang tiada hilang
Kian tebal membelenggu tiap bangunan
Sunyi senyap terasakan
Teracuni oleh kegelapan
Mata seakan enggan membuka
Kaki lelah berjalan mencari arah
Dalam kepekatan di tengah petang
Diri telah menghilang









Petang membelenggu diri
Hancurkan secercah sinar mentari
Jalan liku berduri
Menyayat kaki dan hati
Kabut terus menyelimuti
Kaburkan pandangan mata
Kemana kaki kan pergi
Ketika petang telah menguasai
Segala yang pernah tercapai
Hancur lebur menyerpih
Bagai debu yang tertiup angin
Atau fatamorgana di padang pasir
Semua hilang
Entah kemana lagi mencari jalan?
Tapi, harus terus berjalan
Membopong hati berkucuran darah
Tanpa tau arah
Juga tiada lagi tujuan
Saat ini petangg telah hancurkan
Semuanya telah hilang










Deru tawa iringi tanggis air mata
Menguak hal yang tlah lalu
Secarik kertas mengusang
Terbuang tiada dipandang
Satu tembakan tak tepat sasaran
Membekukan seluruh badan
Waktu tiada bisa menengok
Walau air mata jatuh bercucuran
Dan hati pun telah tergorok
Oleh sebilah pisau yang mengkilat
Masih jelas terbayang di pikiran
Peluru nyasar kesemak belukar
Dan tikus-tikus penghuni sawah
Tertawa lepas tiada iba
Dasar tikus perusak
Tiada rela melihat tawa
Dasar tikus perusak
Hanya bisa mengobrak-abrik
Dasar tikus perusak
Tiada tau adab
Memeng tikus perusak
Tiada punya hati dan pikiran
Memang tikus perusak
Membuat orang merasa muak
Karena tikus perusak
Merusak arah tembakan
Karena tikus perusak
Segerombol raga kehilangan jiwa









Mulut manis terasa pahit
Terang diluar gelap didalam
Bisa ular pun meracuninya
Lumpuhkan raga yang pernah tegak berdiri
Tiap lontaran kata dari mulutnya
Hanya manis diangan
Buah mengkudu yang tertelan
Begitu pahit terasakan
Daging durian yang tlah dicampakan
Kini kian terasa menggiurkan
Tapi tak dapat lagi dimakan
Karena tlah busuk dimakan hewan
Memang sungguh menyebalkan
Badan juga sudah remuk redam
Siapa salah siapa?
Pertanyaan yang membelenggu dipikiran
Sampai kini tiada jawaban
Lalu diri hilang kesadaran








12062012
Sebongkah api mulai membara
12062012
Pernyataan penuh dusta
Terlontar begitu saja
Bak kentut yang tak dapat ditahan
12062012
Dipinggir kali besar dekat bendungan
Terpampang wajah merah kesenangan
Akibat kata yang terdengar dihujamkan
Melambungkan diri dari tempat perpijakan
12062012
Sebuah kisah mulai dipertontonkan
Bagai drama diatas panggung sandiwara
12062012
Adalah angka keramat
Yang tak pantas diingat
Sederet angka yang sudah menyayat
Karena didalamnya terkubur serangkai kalimat
Dari mulut seorang yang pantas tuk dilaknat









Bintang yang bersinar terang
Hanya dapat dipandang
Tanpa bisa ku gapai
Ku belai penuh kasih sayang
Kutatap dari balik jendela besi
Sinarnya indah menyinari
Terlihat begitu indah
Namun, sulit tuk dijelajah
Tiap kali ku tatapnya
Ku tersenyum bahagia
Karena keindahaannya
Mampu buatku tak berdaya
Jarak yang memisahkan kita
Dan bahasa yang tak sama
Membuat kita begitu sulit tuk berjumpa
Ku tau, kau hanya akan bersinar
Entah bisakah kau menatapku
Merasakan hadirku
Mendengarkan teriakanku
Karena kau bintang yang kupandang
Selalu bersinar terang








Ku berjalan dalam gelap
Menerka-nerka setiap langkah
Membayangkan setiap jalan
Melukiskan jejak ditanah lapang
Ku berjalan di atas bebatuan
Mencari jalan setapak tanpa hambatan
Dalam gelap ku teruskakan
Walau tak nampak satu pemandangan
Terus ku langkahkan kaki perlahan
Mencari celah diantara tebing bebatuan
Sedikit cahaya memperlihatkan
Menuntunku dalam kegelapan









Ku lalui beribu derita
Dari sejumlah kata
Yang mungkin buatku tak berdaya
Menghancurkan kekuatan yang ada
Doaku panjatkan padanya
Agar menjauhkanku dari dosa
Yang sewaktu-waktu menyapa
Dengan hati bergetar
Ku dengar gempar
Beduk magrib mengingatkan
Pada semua orang yang beriman








Ku tulis dalam nampan pualam
Kisah tragis di malam kehampaan
Yang merenggut sang rembulan
Ku tulis dengan tinta merah
Semua yang terlihat dari menara
Kepulan asap narkotika
Menyelimuti gubuk derita
Ku tulis di rumah singgah
Tadi malam adalah kehancuran masa depan
Sebab sang pemeran utama
Seorang yang baru mengenal dunia






 
        
Dalam hatiku kau bersemayam
Sebuah keindahan tak di prediksikan
Suci tak ternodakan dosa
Bermuara dalam tetesan dara
Mengalir sebagaimana mestinya
Berlabuh apa adanya
Tanpa kepalsuan tercipta
Hanya butiran mutiara
Menghiasi cinta kita berdua









Kuarungi waktu dalam hidupku
Kuselami setiap perjalananku
Kusandari setiap peristirahatanku
Hanya untuk mencari sinarmu
Kepulan awan hitam menutupi cahyamu
Hapus segala keingintahuanku
Langkahku terasa begitu berat
Ketika melihatmu kembali tanpa sinarmu
Kugapai dirimu dengan tanganku
Terasa tak sama seperti dulu
Sinarmu yang tak lagi sinarku
Menambah kayakinan dalam batinku
Bahwa dirimu hanya mantan terindahku







Ku tulis jejak perjalananku
Dalam sebuah album biru                           
Terukir jelas hasratku
Dan harmoni cinta yang terajut dulu
Ku diam terpaku
Mangingat masa laluku dulu
Entah suka atau duka
Jelas terlihat kegalauan yang menjadi raja
Dilema besar merasuki raga
Menumbuhkan hasrat yang tiada berguna
Hanya coretan-coretan kecil tinggal kenangan
Hasil dari ukiran tangan 









Angin berhembus kencang
Kulihat sosok bayangan
Tampan nan rupawan
Dengan ekspresi mimik mengagumkan
Ku dengar desah suaramu
Merasuk kedalam gendang telingaku
Menyentuh hati mungilku
Dengan gairah kau menghanyutkanku
Tercium wangi tubuhmu
Dan dekapan lembutmu
Membuat seluruh ragaku menyentuh ragamu
Tanpa terasa sampai di batas waktu
Kulihat jalan di ujung sana
Yang kan kau lalu penuh derita
Harapku kau tak kesana
Namun, ini akhir cerita cinta kita








Sunyi senyap dalam gelap
Tak ada cahaya nan gemerlap
Hanya angin yang berhembus lirih
Terasa dinginnya mengilukan tulang benulang
Jauh di dasar lembah jurang
Terdengar teriakan tertahan
Oleh bebatuan
Sesekali terdengar jelas
Memekakan gendang telinga
Namun, detik berikutnya
Hilang memusnah
Bagai kobaran api membakar kayu
Lalu menjadikannya abu
Yang kemudian disapu angin
Dan entah terbang kemana







                                                                               
Masih jelas diingatan
Sebelas wajah terpampang di lapangan
Berlari untuk menang
Tak peduli bagaimana orang memandang
Dan peluh bercucuran
Menetes di badan
Hanya berfikir menang
Tuk wujudkan impian
Impian bangsa yang terpendam
Tersimpan selama 22 tahun
Akhirnya, kini kemenangan ditangan
Digenggam anak ibu pertiwi
Belasan wajah bercahaya
Membuat tawa di negeri tercinta
Sorak sorai pecah seketika
Oleh tendangan akhir penentuan
Itlah anak ibu pertiwi
Mengangkat derajat negeri ini
Yang sekian lama hanya menanti
Tapi, kini telah bisa terasai
Itulah anak ibu pertiwi
Membawa piala dari tendangan pinalti








Ketika tamparan mendarat
Hati terasa disayat
Menatap sederet kalimat
Dari mulutnya yang pernah kau jerat
Ku tatap sederet kertas bergambar
Terlihat wajahmu dengannya tertawa renyah
Walau ku tau itu tlah lalu
Tapi, sungguh ku tak yakinimu
Kini tiada lagi kabarmu
Seolah lenyap di telan bumi
Terbang bebas bagai merpati
Disini ku terdiam sendiri
Ku hanya ingin satu yang pasti
Walau semua harus ku sudahi sampai disini
Hanya satu tanya di hati
Mengapa kau kembali tapi, dia masih membayangi
Kurasa ini sampai disini
Biar waktu yang menghapusku dari memorimu
Biarkan ku pergi
Terbang bebas mengelilingi bumi ini








Serangkai kata tak terlukiskan
Hanya berhembus, menyapa lirih
Kertas putih mengusang tak berarti
Terbuang setelah terbang tinggi
Melalui dunia berwarna-warni
Penuh duri yang disebari peri
Terobati sang dewa bermuka iblis
Sengatan mentari membakar diri
Melumpuhkan organ-organ yang tiada arti
Jiwa raga terkulai tek berarti
Berdiam tak bergerak
Berdiri dan terjatuh lagi
Semakin hari semakin menyadari
Akan satu khayalan dihati
Yang kini membekas tak terlupakan
Menggoreskan darah-darah indah
Diatas kusangnya kertas putih








Pagi buta ku lihat
Awan gelap pekat           
Membentang luas diatas raga
Serpihan pasir menerpa
Menggores kulit putih bersih
Udara pun terasa berbeda
Tak seasri biasanya
Sesak nafas mulai terasa
Akibat menghirup udara yang beda
Mata juga pedih terasa
Inikah amarahmu
Yang tercipta terasa begitu nyata
Meski jauh jarak kita
Sungguh amukanmu membuat menderita
Disini saja sudah terasa
Bagaimana dengan yan disana
Sudah cukup segini saja
Janganlah kau tambah beban derita
Ku harap kau tak lagi marah











Kau datang membuka gerbang
Melangkah menuju pintu yang terkunci rapat-rapat
Membukanya tuk mencari satu ruang
Dimana dulu kau singgah
Bagai raja yang menguasai istana
Namun, tak dapat bertahan lama
Kini kau kembali mencari singgasana
Tuk kau tempati seribu tahun lamanya
Jauh sudah kau melangkah
Dengan beribu bekal kau tampakkan
Dengan keyakinan kan temukan
Walau kau tau ada dinding-dinding tebal yang memisahkan
Ruang itu jauh dipandang
Terhalang dinding-dinding
Seolah tubuh gagahmu
Melemah tak berdaya
Tak kan mampu melampauinya
Meski dengan beribu cara
Kekuatannya begitu dahsyat
Mampu memutus tali yang terikat
Harusnya dari awal tak perlu datang
Tak usah berjuang
Dua kepercayaan berbeda
Itulah dinding pemisahnya









Purnama tengah bercahaya terang
Mengusir gelapnya malam
Bersinar diatas selimut kepekatan
Sungguh indah rupawan
Cahaya kuning keemasan
Pancarkan sinar kemewahan
Purnama yang elok rupanya
Usir segala kegelisahan di dada
Dan malam hitam kelam
Tersapu cahyanya yang terang benderang
Tak butuh seribu bintang
Tuk usir kegelapan malam
Hanya satu rembulan
Musnahkan kegelapan malam







 

Gemericik suaramu mengalir
Terdengar merdu menenangkan hatiku
Semilir angin mendekapku
Seakan dingin membelenggu seluruh tubuhku
Nampak jelas di pandang
Keelokan warna putihmu
Mengalir deras dari tebing setinggi  105 meter
Sungguh indah ciptaan tuhan
Air terjun di antara tebing bebatuan
Terletak di suatu pedesaan
Berada di ketinggian 1.438 meter
Dengan pemandangan yang tak bosan tuk ditatap
Inilah sedudo penenang hatiku
Yang tak jemu-jemu aku tuk ada di dekatmu
Walau angin sempat lumpuhkanku
Kumasih ingin memandangimu
Oh, sedudo….
Kecantikanmu sungguh menawan hatiku
Membuatku ingin terus mencium wangi hawamu
Oh, sedudo….
Cucuran tetes airmu membasuh tubuhku
Meringankan beban dalam otakku
Inilah Sedudoku,
Yang ada di Tanah Air ku
Berada dalam Provinsi JawaTimur kelahiranku
Terpatri di Kota angin Nganjuk
Menghipnotis tiap insan yang memandangnya
Inilah Sedudoku,
Air terjun kokoh tegak berdiri
Yang memiliki kekuatan tuk memikat hati
Bagai seorang berparas rupawan
Dengan keaslian dan kesederhanaan
Inilah Sedudoku,
Tidak hanya memiliki paras yang memikat
Namun, memiliki cerita di masyarakat setempat
Beberapa ritual tercatat
Dibalik derai air Sedudo







 
 
Pohon yang tenah subur tegak berdiri
Tumbang oleh sambaran petir
Gosong terbakar
Terbuang, terkapar
Tiada yang mau memandang
Hitam pekat mendominasinya
Hanya warna itu yang nampak oleh mata
Sungguh tak memikat
Membuat orang tak semangat

Hujan membasahi tubuh gosongnya
Dan iringan angin…                             
Menyapu serpihan badannnya

Waktu berlalu begitu saja
Tinggalkan dirinya yang tergeletak tak berdaya
Musnah sudah
Takkan tumbuh sehijau dan serindang dulu
Kini hanya bekasnya
Terukir di atas hamparan tanah







 

Terlihat jelas di pandang
Sosok bermata biru
Berambut blonde
Matanya lebar menyimpan kepedihan
Yang terselip jauh dalam batinnya
Dia sendiri
Tak punya orang terkasih
Terlahir sebagai shinobi
Yang tak punya ayah ibu sejak dini
Dia tak kenal kata menyerah
Walau tlah dihina karena keanehannya
Dia berjuang tak kenal lelah
Dengan harapan menjadi pemimpin di desanya
Dan diakui oleh teman-temennya
Hingga saat dewasa
Dia mulai mengenal rasa bahagia
Mendapatkan angannya
Biar belum terwujud sempurna
Tapi, dia sudah hampir menggenggam dunia
Uzhumaki Naruto
Namanya terdengar sampai ditelinga ini
Sosok yang selalu sepi
Tapi tak menyerah, meratapi
Tetap berjuang tiada henti
Walau hati pedih
Tawa renyahnya  masih dapat terlihat pasti










Mata terpejam dalam gelap
Udara dingin mendekap
Sunyi menyambut akrab
Menyapa diri yang telah kalab

Langit semakin gelap
Malam pun kian sunyi senyap
Ruang kosong terasa pengap
Cahaya rembulan seakan lenyap

Malam sunyi terasa nikmat
Hempaskan kisah yang pernah menyayat
Malam sunyi membelenggu diri
Mengunci nurani yang sepi








Kaki melangkah payah
Mencoba mencari arah
Di tengah lautan api  membara
Membakar jiwa raga

Seonggok daging bernyawa
Berdiri diatas kerapuhan
Membawa segumpal luka
Terenggam erat di tangan
Dipegang,
Dibawa melangkah, melenggang
Tinggalkan beban dalam pikiran
Yang membelenggu, mempermainkan

Setetes zat cair dari indra pengelihatan
Jatuh menetes tak tertahankan
Merasai rasa yang bersemayam jauh dalam dada
Tersembunyi, tersimpan rapi
Tiada terlihat
Dan tlah dikunci rapat-rapat








Udara dingin merasuk
Menembus pembungkus tulang
Menusuk,
Menyeruak masuk
Terasa ngilu disetiap jengkal
Lumpuhkan oragan dalam
Lemahkan seluruh badan
Matikan syaraf pikiran
Terpaku membisu
Merasai tubuh mati kaku
Tak bergerak, tak bisa melaju
Mulut pun membisu
Kata-kata hanya terpendam pilu
Kini tak lagi utuh
Segalanya telah runtuh
Raga yang kokoh terjatuh,
Tergeletak,
Terkapar,
Terlelap diam selamanya








Kelam langit membentang tak beraturan
Menenggelamkan rembulan yg semakin padam
dan gelap awan membelenggu
mengelilingi jiwa yg tak lagi utuh
terdengar suara desir angin
menyapa lihir penuh duri
dan sang bintang yg bercahaya
meredup pasti di tengah kepekatan malam
dan nurani yang tercabik, tersayat habis
terbuang tiada arti
inilah selingan malam,
yang hanya menyapa ku sekilas, lalu menghilang









Kau datang ketika petang
Memberi cahaya dikala gelap mendekap
Memberi kehangatan di tengah dinginnya malam
Memberi tawa di saat hati gundah
Meyakinkan tuk menitih jalan yang sama
Tapi, ketika badai menerjang ditengah perjalanan
Kau berhenti dan pergi
Tanpa menengok kembali
Lalu, tiba-tiba kau terlihat lagi
Menyapa diri, mencoba mendekati
Kau hadir kembali
Ketika pedih menguasai
Ketika luka mewarnai
Dan kau member cahaya kembali
Melukiskan tinta warna-warni
Menggenggam hati ini
Namun, kau kembali pergi
Tinggalkan hati yang kau warnai
Tinggalkan tawa yang kau sebari
Kau datang, pergi, kembali, lalu pergi…..









Semua mata memandang tajam
Mengarah pada diri yang tergeletak sendiri
Lontaran kata terdengar begitu pedih
Menghujam diri betubi-tubi
Sorot mata itu…
Menyayat hati yang dilanda pilu
Tak mau peduli
Acuh tak acuh melewati
Malah tertawa sesekali
Ketika menatap diri yang tak berarti
Mata itu selalu tajam
Mengarah penuh kebencian
Menusuk seluruh badan
Mata yang selalu meremehkan
Menganggap diri tak punya kekuatan
Mata itu bagai sebilah pisau
Membelah hati dan lukai diri
Semua mata itu…
Hilangkan bentangan langit biru
Hanya kelam yang kini membelenggu
Menguasai, mengunci
Ditengah kehancuran dalam sepi










Sayup-sayup terdengar
Suara merdu bersenandung
Berpadu dengan melody
Berirama dibawah gemelut hati
Kala raga bergoyang
Mendengar lantunan indah memikat
Temani jiwa yang sepi
Hilangkan perih dihati
Dendangan music hentakkan badan
Melayangkan beban dalam pikiran
Sesaat tak ingat
Akan hilangnya mimpi akibat diformat
Oleh beberapa tangan biadap
Lantunan senandung pilu
Lumpuhkan ingatan yang tlah lalu
Senandung merdu
Racuni seluruh tubuh










 
Ku tulis dalam lembar tak bergambar
Kronologi jejak langkah bersama
Yang dulu pernah berjalan seirama
Berpadu di bawah indahnya sang surya

Ku rangkai kata tuk jadi kalimat
Dimana dulu pernah ada yang mengucap
Membuat satu organ dalam terjerat
Terjebak dan terperangkap

Ku putar kembali film lama
Menampakkan adegan keturunan adam dan hawa
Yang sedang tertawa bersama
Bernyanyi penuh suka cita

Ku lukis sebuah muka di atas pasir
Di pinggir pantai tanah jawa
Hanya terpampang beberapa detik
Dan dengan cepat gelombang musnahkannya
Semua sirna…
Hilang tiada bekas

Ku buka mataku yang terpejam
Dan tersadar akan beberapa memori menghujam
Memaksa masuk, memberontak tuk dilihat
Itulah rindu yang tengah terjerat










 
Sebersit rasa melintas nyata
Mengorek memori yang terpendam lama
Membuka kembali ingatan yang tersisa
Menampakkan dua insan di dunia
Masa dimana masih ada cinta
Di waktu dulu kala
Kini semua terasa begitu nyata
Tapi ternyata,
Hanya pandangan fana semata
Yang terlintas sekejap mata
Lalu hilang memusnah
Terbang bersama bayang yang ada
Yang menghampiri diri di kala senja





 


 
Ini adalah kisah
Tentang asa dan rasa
Bukan sebuah hasil karya
Yang nampak indah
Dan dapat ditonton oleh beribu pasang mata
                                                             
Ini adalah kisah
Sederhana namun, tak begitu mudah
Cukup rumit, tapi tak serumit matematika
Karena tak ada logika
Atau rumus aritmatika

Ini adalah kisah
Dimana ada jalinan cinta
Bukan sekedar perjanjian perusahaan jasa
Tak ada kata piutang usaha
Atau utang usaha

Ini adalah kisah
Yang pernah ada
Dimasa dulu kala
Namun, bukan seperti sejarah di sekolah
Yang membahas kerajaan hindu budha
Atau masa penjajahan belanda

Ini adalah kisah
Yang pernah ada
Namun, tak di seluruuh jagat raya
Hanya ada di satu daerah
Di dalam pulau Jawa

Ini hanyalah sebuah kisah nyata
Bukan sekedar asumsi jaksa
Yang sedang mengitimidasi terpidana

Ini hanyalah sebuah kisah.....










 
Duduk sendirian dalam ruangan
Terdiam di tengah keheningan
Mencoba menenangkan fikiran
Yang mengganggu, mempermainkan
Sebuah pertanyaan menjadi lakon
Membelenggu seisi otak
Satu pertanyan...
Tentang si pengirim pesan singkat
Yang datang secepat kilat
Di hari penuh cinta
Sederet kata dirangkainya
Menjadi kalimat penuh tanda tanya
Siapakah si pelaku?
Yang bekerja dibalik kalbu
Ku yakin ku tau
Tapi ternyata, hipotesaku tak sekuat batu
Ahh, sungguh tergelitik hatiku
Ingin segera buka topengmu
Hey, si pengirim pesan singgkat...
Siapakah dirimu?













Pagi berganti petang
Malam pun datang
Dengan taburan kegelapan
Menyelimuti diri dikesendirian
Jam berdetak perlahan
Meninggalkan tiap detik kenangan
Tanpa goresan cet berwarna
Kanvas putih terpampang
Dibawah gemelut awan petang
Hanya angin yang berhembus
Makhluk hidup tlah dibius
Kepekatan kian menjadi
Membelenggu diri
Hancurkan raga
Mungkin masih tersisa sebuah cahaya
Tersembunyi jauh didasar lembah
Satu cahaya kecil cukup terang
Kan bisa hancurkan malam petang
Cukup satu cahaya kan sinari seluruh jagat raya











 
Mentari nampak bersinar terang
Udara pun terasa nikmat                      
Dan daun beroyang lirih dibelai angin
Sesaat semua diam                             
Seoalah waktu dihentikan sejenak
Dan khayalan langit biru
Menyapa diri,
Memupuk angan dan rindu
Menguak bayang semu
Yang tak hilang
Namun, terlihat samar
Semua berpadu
Dalam dekapan kalbu










Semua yg pernah terukir indah
kini hanya tinggal coretan luka
semua tlah berbeda
keadaan yg memaksaku tuk berubah
keadaan yg membuat kita saling tak suka
keadaan yg membentangkan jurang pemisah diantara kita,
semua yg terjadi...
Janganlah kau sesali,
dan keindahan yang dulu menghinggapi
simpanlah dengan rapi, tanpa harus kau lihat dan kau ratapi.
Anggaplah aku sebagai singgahan sementara,
yg pernah mengukir tawa dan lara...
Semua tlah sirna,
dan tak kan kembali seperti dahulu kala
Biarkanlah ini berjalan apa adanya,
dan tak harus menentang kehendaknya.
Tapi, semua tlah berbeda...
Ku hanya bidadari yg membawa luka bahagia,
singgah dan pergi begitu saja.

Jangan pernah mengingatku lagi,
ku tak ingin mengukir luka di hati yg kau cintai,

kau tak kan hilang, tak kan terbang,
kau akan slalu ku simpan tapi, tak kan ku buka kembali...
Karena ku tak mau menyayat hati sang peri.

Biarkan ini seperti ini,
hingga akhirnya...
Kita kan lihat akhir cerita ini









 


Wajahnya terpampang di beranda
Bersama seorang wanita
Yang mungkin kini tlah di cintainya
Senyum sumringah dari bibirnya
Menyayat seisi dada
Bukan karena iri menatapnya
Namun terlebih, karena muak memandang wajahnya
Tampang yang tak ingin lagi dilihat mata
Namun kini, jelas tergambar dalam kornea
Memproyeksikan dari apa yang ada
Tentang sosok makhluk dunia
Hadir kembali dalam gambaran nyata
Sosok yang dulu ada
Yang sering berdusta
Yang tlah menodai kesucian cinta
Lihatlah tampangnya
Tertawa lepas seolah tiada dosa
Dan slalu memakai topeng sebagai penutup wajah busuknya
Tuk mencari mangsa berikutnya...
Sebagai pemuas hasratnya
Seseorang tlah mengetahui kedoknya
Tentang latar belakangnya
Tentang pikiran kotornya
Tapi, wanita di sampingnya
Terbuai oleh wajah manisnya
Hingga kepalsuan yang dilukisnya
Yang dipandang bagai sebuah hasil karya
Tanpa tau isi di dalamnya









Sungguh lelah telinga mendengar
Ungkapan kepalsuan yang terpampang
Terpajang di setiap sudut perkotaan
Memaksa tuk dilihat
Agar sang dewi terpikat
Oleh kemanisan lidahnya
Dan terbuai dalam dekapnya
Sungguh picik fikirannya
Menipu daya sang dewi pujangga
Dasar srigala berbulu domba
Mulutmu penuh dusta
Melukai beribu kaum hawa
Dan hancurkan impi dewi pujangga
Tertawalah hingga mulutmu berbusa
Karena karma...
Kan datang bila saatnya tiba










Malam ini...
Aku melihatnya
Dengan senyum yang begitu indah
Ku terpaku, terdiam membisu
Sungguh ku tak mampu
Membendung segala rasaku

Malam ini...
Aku melihatnya
Berjalan kearahku
Lalu degup jantungku
Berirama tak tentu

Malam ini...
Kau mendekapku
Dalam pelukan hangatmu
Ku tersipu, terhenyak sukmaku
Merasakan harum bau tubuhmu

Malam ini...
Kau mengajakku
Berdansa dibawah purnama
Lalu tiba-tiba...
Angin menyapaku
Membawaku terbang, meninggalkanmu
Dan saat itu,
Baru ku tersadar
Jika malam ini...
Ku hanya melihatmu dalam mimpiku










 
Sebongkah permata tiada bercahaya
Berada di tengah indahnya lautan dunia
Yang dulu pernah menyanjungnya
Ketika rautnya begitu cantik jelita
Dengan kilaunya yang rupawan
Selalu dapat menarik perhatian
Banyak yang menginginkan
Banyak yang mendambakan
Meski sulit tuk di dapatkan
Tapi kini, ketika kilaunya hilang
Dan segala yang dipunya melayang
Tak satu pun mau memandang
Tak seorang pun menyayang
Semua hanya datang
Ketika dia bersinar terang
Dan meninggalkan...
Ketika tak lagi rupawan











Senyum kecut menghiasi bibir
Mengelabui setiap pandangan mata
Bersembunyi di balik tawa
Berendam dalam tangis air mata

Segumpal ingatan yang tersisa
Kembali nampak begitu nyata
Terasa pedih membelenggu seisi dada

Lara yang masih tersimpan
Terpendam dalam menyimpan kebencian
Kini menguak secara perlahan

Satu kejadian yang pernah terekam
Membuat beberapa hati tertikam
Masa suram yang terlukiskan
Tak dapat di hapus dari ingatan

Pedih itu slalu terasa
Mengiringi tiap langkah
Meski bisa tertawa
Namun, paras masih menyembunyikan lara











Awan gelap membentang luas
Selimuti hati yang tlah mengeras
Berdiri di bawah kepekatan
Tanpa secercah sinar rembulan
Gundah gulana terasakan
Melibas kekokohan jiwa dan raga
Membuat diri tergeletak tak berdaya
Lalu sebersit kehangatan menyapa
Membawa diri keatas menara
Tuk menatap betapa indahnya dunia
Sosok yang pernah mengukir cerita
Kini ada di tengah gelap gulita
Entah apa yang di fikirnya
Sehingga kembali menyapa sang pujangga
Dan berikan sedikit warna berbeda
Membuat tawa akhirnya kembali tercipta






First time, you said really love me
First time, you always to come me
Although you know that is so difficult
But you worked hard for meet me
I was known you are a good boy
And I was known about your felt to me
Cause, I am feel too
I love you, I really love you
But, you can’t believe of me
Cause, you’re never believe me
Why?
Why you’re never believe me?
Oh, Bob...
Now I hate you, I really hate you
You know why?
Cause you’re so egoist
You’re never listen my words
You’re never understand me, never!
Bob...
You just think of yourself
You just care about your feeling
Without care of me
Bob...
You have gone a long
But, you always came back
You came and go away
I hate to see you came and go repeatedly
You make me confuse
Bob,
Please said to me, what do you want?
Cause I’m tired, I really tired
Bob...
What do you know about me?
Do you know about my feel?
Do you know about my life?
NO,
Yes, you’re never know all of about me
Cause, you just think of yourself
 Now, I want you’re be honest
Try to talk about everything
To me, to her, and everyone
Please, don’t lie again!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar