Kata-kata dari mulutnya
Bak seorang artis yang membintangi iklan
Mengobral segala yang dipunya
Tanpa ada nyatanya
Hanya dapat di pandang di tv
Tak terasa di kehidupan nyata
Tapi, mengapa bisa terbuai
Oleh obralan-obralan iklan
Sungguh muak memandang
Sungguh lelah mendengarkan
Iklan terpampang disetiap sudut perkotaan
Sungguh enteng mengobral janji
Tiada tau bisa menepati
Hanya janji yang tercipta di tv
Tanpa ada bukti
Terombang-ambing mendengarkan
Obralan-obralan tak bermutu
Kenapa mampu membuntu logikaku
Diri bagai dikuasai
Tak tercipta pikiran jernih
Kini baru menyadari
Setelah semua tiada bukti
Kala raga dihempas topan
Tersambar petir yang berkilatan
Gosong, terbujur kaku, terpampang
Jelas transparan dipandang
Kala waktu membisu
Merangkai mimpi busuk
Merajut angan didalam otak
Yang tak dapat di format
Ataupun di cut
Kala noda menates
Meninggalkan bekas
Membuat rangkaian dan rajutan
merenggang
Membentangkan tembok dan jurang
Kala tangis dibalut tawa
Renyah indah penuh luka
Pelangi dan warna merah
Memusnah bersama
Bermutasi dipangkalan lainnya
Dan kata tak mampu lukiskan
Segala rangkaiaan tak tersampaikan
Sebersit sayatan hempaskan
Tengelamkan dalam keheningan
Dalam gelap malam
Dan pekatnya awan
Kuterdiam sendirian
Merasakan keheningan yang mencekam
Mencekik jiwa dan raga
Sesak nafas tertahan
Udara segar tiada terasakan
Kabut petang tiada hilang
Kian tebal membelenggu tiap bangunan
Sunyi senyap terasakan
Teracuni oleh kegelapan
Mata seakan enggan membuka
Kaki lelah berjalan mencari arah
Dalam kepekatan di tengah petang
Diri telah menghilang
Petang membelenggu diri
Hancurkan secercah sinar mentari
Jalan liku berduri
Menyayat kaki dan hati
Kabut terus menyelimuti
Kaburkan pandangan mata
Kemana kaki kan pergi
Ketika petang telah menguasai
Segala yang pernah tercapai
Hancur lebur menyerpih
Bagai debu yang tertiup angin
Atau fatamorgana di padang pasir
Semua hilang
Entah kemana lagi mencari jalan?
Tapi, harus terus berjalan
Membopong hati berkucuran darah
Tanpa tau arah
Juga tiada lagi tujuan
Saat ini petangg telah hancurkan
Semuanya telah hilang
Deru tawa iringi tanggis air mata
Menguak hal yang tlah lalu
Secarik kertas mengusang
Terbuang tiada dipandang
Satu tembakan tak tepat sasaran
Membekukan seluruh badan
Waktu tiada bisa menengok
Walau air mata jatuh bercucuran
Dan hati pun telah tergorok
Oleh sebilah pisau yang mengkilat
Masih jelas terbayang di pikiran
Peluru nyasar kesemak belukar
Dan tikus-tikus penghuni sawah
Tertawa lepas tiada iba
Dasar tikus perusak
Tiada rela melihat tawa
Dasar tikus perusak
Hanya bisa mengobrak-abrik
Dasar tikus perusak
Tiada tau adab
Memeng tikus perusak
Tiada punya hati dan pikiran
Memang tikus perusak
Membuat orang merasa muak
Karena tikus perusak
Merusak arah tembakan
Karena tikus perusak
Segerombol raga kehilangan jiwa
Mulut manis terasa pahit
Terang diluar gelap didalam
Bisa ular pun meracuninya
Lumpuhkan raga yang pernah tegak
berdiri
Tiap lontaran kata dari mulutnya
Hanya manis diangan
Buah mengkudu yang tertelan
Begitu pahit terasakan
Daging durian yang tlah dicampakan
Kini kian terasa menggiurkan
Tapi tak dapat lagi dimakan
Karena tlah busuk dimakan hewan
Memang sungguh menyebalkan
Badan juga sudah remuk redam
Siapa salah siapa?
Pertanyaan yang membelenggu dipikiran
Sampai kini tiada jawaban
Lalu diri hilang kesadaran
12062012
Sebongkah api mulai membara
12062012
Pernyataan penuh dusta
Terlontar begitu saja
Bak kentut yang tak dapat ditahan
12062012
Dipinggir kali besar dekat bendungan
Terpampang wajah merah kesenangan
Akibat kata yang terdengar dihujamkan
Melambungkan diri dari tempat
perpijakan
12062012
Sebuah kisah mulai dipertontonkan
Bagai drama diatas panggung sandiwara
12062012
Adalah angka keramat
Yang tak pantas diingat
Sederet angka yang sudah menyayat
Karena didalamnya terkubur serangkai
kalimat
Dari mulut seorang yang pantas tuk
dilaknat
Bintang yang bersinar terang
Hanya
dapat dipandang
Tanpa
bisa ku gapai
Ku
belai penuh kasih sayang
Kutatap
dari balik jendela besi
Sinarnya
indah menyinari
Terlihat begitu indah
Namun, sulit tuk dijelajah
Tiap kali ku tatapnya
Ku tersenyum bahagia
Karena keindahaannya
Mampu buatku tak berdaya
Jarak yang memisahkan kita
Dan bahasa yang tak sama
Membuat kita begitu sulit tuk berjumpa
Ku tau, kau hanya akan bersinar
Entah
bisakah kau menatapku
Merasakan
hadirku
Mendengarkan
teriakanku
Karena
kau bintang yang kupandang
Selalu
bersinar terang
Ku berjalan dalam gelap
Menerka-nerka setiap langkah
Membayangkan setiap jalan
Melukiskan jejak ditanah lapang
Ku berjalan di atas bebatuan
Mencari jalan setapak tanpa hambatan
Dalam gelap ku teruskakan
Walau tak nampak satu pemandangan
Terus ku langkahkan kaki perlahan
Mencari celah diantara tebing bebatuan
Sedikit cahaya memperlihatkan
Menuntunku dalam kegelapan
Ku
lalui beribu derita
Dari
sejumlah kata
Yang
mungkin buatku tak berdaya
Menghancurkan
kekuatan yang ada
Doaku
panjatkan padanya
Agar
menjauhkanku dari dosa
Yang
sewaktu-waktu menyapa
Dengan
hati bergetar
Ku
dengar gempar
Beduk
magrib mengingatkan
Pada
semua orang yang beriman
Ku tulis dalam nampan pualam
Kisah tragis di malam kehampaan
Yang merenggut sang rembulan
Ku tulis dengan tinta merah
Semua yang terlihat dari menara
Kepulan asap narkotika
Menyelimuti gubuk derita
Ku tulis di rumah singgah
Tadi malam adalah kehancuran masa depan
Sebab sang pemeran utama
Seorang yang baru mengenal dunia
Dalam hatiku kau bersemayam
Sebuah keindahan tak di prediksikan
Suci tak ternodakan dosa
Bermuara dalam tetesan dara
Mengalir sebagaimana mestinya
Berlabuh apa adanya
Tanpa kepalsuan tercipta
Hanya butiran mutiara
Menghiasi cinta kita berdua
Kuarungi waktu dalam hidupku
Kuselami setiap perjalananku
Kusandari setiap peristirahatanku
Hanya untuk mencari sinarmu
Kepulan awan hitam menutupi cahyamu
Hapus segala keingintahuanku
Langkahku terasa begitu berat
Ketika melihatmu kembali tanpa sinarmu
Kugapai dirimu dengan tanganku
Terasa tak sama seperti dulu
Sinarmu yang tak lagi sinarku
Menambah kayakinan dalam batinku
Bahwa dirimu hanya mantan terindahku
Ku tulis jejak perjalananku
Dalam
sebuah album biru
Terukir jelas hasratku
Dan harmoni cinta yang terajut dulu
Ku diam terpaku
Mangingat masa laluku dulu
Entah suka atau duka
Jelas terlihat kegalauan yang menjadi raja
Dilema besar merasuki raga
Menumbuhkan hasrat yang tiada berguna
Hanya coretan-coretan kecil tinggal
kenangan
Hasil dari ukiran tangan
Angin
berhembus kencang
Kulihat
sosok bayangan
Tampan
nan rupawan
Dengan
ekspresi mimik mengagumkan
Ku
dengar desah suaramu
Merasuk
kedalam gendang telingaku
Menyentuh
hati mungilku
Dengan
gairah kau menghanyutkanku
Tercium
wangi tubuhmu
Dan
dekapan lembutmu
Membuat seluruh
ragaku menyentuh ragamu
Tanpa
terasa sampai di batas waktu
Kulihat
jalan di ujung sana
Yang kan
kau lalu penuh derita
Harapku
kau tak kesana
Namun,
ini akhir cerita cinta kita
Sunyi senyap dalam gelap
Tak ada cahaya nan gemerlap
Hanya angin yang berhembus lirih
Terasa dinginnya mengilukan tulang benulang
Jauh di dasar lembah jurang
Terdengar teriakan tertahan
Oleh bebatuan
Sesekali terdengar jelas
Memekakan gendang telinga
Namun, detik berikutnya
Hilang memusnah
Bagai kobaran api membakar kayu
Lalu menjadikannya abu
Yang kemudian disapu angin
Dan entah terbang kemana
Masih jelas diingatan
Sebelas wajah terpampang di lapangan
Berlari untuk menang
Tak peduli bagaimana orang memandang
Dan peluh bercucuran
Menetes di badan
Hanya berfikir menang
Tuk wujudkan impian
Impian bangsa yang terpendam
Tersimpan selama 22 tahun
Akhirnya, kini kemenangan ditangan
Digenggam anak ibu pertiwi
Belasan wajah bercahaya
Membuat tawa di negeri tercinta
Sorak sorai pecah seketika
Oleh tendangan akhir penentuan
Itlah anak ibu pertiwi
Mengangkat derajat negeri ini
Yang sekian lama hanya menanti
Tapi, kini telah bisa terasai
Itulah anak ibu pertiwi
Membawa piala dari tendangan pinalti
Ketika tamparan
mendarat
Hati terasa disayat
Menatap sederet kalimat
Dari mulutnya yang
pernah kau jerat
Ku tatap sederet kertas
bergambar
Terlihat wajahmu
dengannya tertawa renyah
Walau
ku tau itu tlah lalu
Tapi,
sungguh ku tak yakinimu
Kini
tiada lagi kabarmu
Seolah
lenyap di telan bumi
Terbang
bebas bagai merpati
Disini
ku terdiam sendiri
Ku hanya ingin satu
yang pasti
Walau
semua harus ku sudahi sampai disini
Hanya
satu tanya di hati
Mengapa
kau kembali tapi, dia masih membayangi
Kurasa
ini sampai disini
Biar waktu yang
menghapusku dari memorimu
Biarkan
ku pergi
Terbang
bebas mengelilingi bumi ini
Serangkai kata tak terlukiskan
Hanya berhembus, menyapa lirih
Kertas putih mengusang tak berarti
Terbuang setelah terbang tinggi
Melalui dunia berwarna-warni
Penuh duri yang disebari peri
Terobati sang dewa bermuka iblis
Sengatan mentari membakar diri
Melumpuhkan organ-organ yang tiada
arti
Jiwa raga terkulai tek berarti
Berdiam tak bergerak
Berdiri dan terjatuh lagi
Semakin hari semakin menyadari
Akan satu khayalan dihati
Yang kini membekas tak terlupakan
Menggoreskan darah-darah indah
Diatas kusangnya kertas putih
Pagi buta ku lihat
Awan gelap pekat
Membentang luas diatas raga
Serpihan pasir menerpa
Menggores kulit putih bersih
Udara pun terasa berbeda
Tak seasri biasanya
Sesak nafas mulai terasa
Akibat menghirup udara yang beda
Mata juga pedih terasa
Inikah amarahmu
Yang tercipta terasa begitu nyata
Meski jauh jarak kita
Sungguh amukanmu membuat menderita
Disini saja sudah terasa
Bagaimana dengan yan disana
Sudah cukup segini saja
Janganlah kau tambah beban derita
Ku harap kau tak lagi marah
Kau datang membuka gerbang
Melangkah menuju pintu yang terkunci
rapat-rapat
Membukanya tuk mencari satu ruang
Dimana dulu kau singgah
Bagai raja yang menguasai istana
Namun, tak dapat bertahan lama
Kini kau kembali mencari singgasana
Tuk kau tempati seribu tahun lamanya
Jauh sudah kau melangkah
Dengan beribu bekal kau tampakkan
Dengan keyakinan kan temukan
Walau kau tau ada dinding-dinding tebal yang memisahkan
Ruang itu jauh dipandang
Terhalang dinding-dinding
Seolah tubuh gagahmu
Melemah tak berdaya
Tak kan mampu melampauinya
Meski dengan beribu cara
Kekuatannya begitu dahsyat
Mampu memutus tali yang terikat
Harusnya dari awal tak perlu datang
Tak usah berjuang
Dua kepercayaan berbeda
Itulah dinding pemisahnya
Purnama
tengah bercahaya terang
Mengusir gelapnya malam
Bersinar diatas selimut kepekatan
Sungguh indah rupawan
Cahaya kuning keemasan
Pancarkan sinar kemewahan
Purnama yang elok rupanya
Usir segala kegelisahan di dada
Dan malam hitam kelam
Tersapu cahyanya yang terang benderang
Tak butuh seribu bintang
Tuk usir kegelapan malam
Hanya satu rembulan
Musnahkan kegelapan malam
Gemericik suaramu mengalir
Terdengar merdu menenangkan hatiku
Semilir angin mendekapku
Seakan dingin membelenggu seluruh tubuhku
Nampak jelas di pandang
Keelokan warna putihmu
Mengalir deras dari tebing
setinggi 105 meter
Sungguh indah ciptaan tuhan
Air terjun di antara tebing bebatuan
Terletak di suatu pedesaan
Berada di ketinggian 1.438 meter
Dengan pemandangan yang tak bosan tuk ditatap
Inilah sedudo penenang hatiku
Yang tak jemu-jemu aku tuk ada di dekatmu
Walau angin sempat lumpuhkanku
Kumasih ingin memandangimu
Oh, sedudo….
Kecantikanmu sungguh menawan hatiku
Membuatku ingin terus mencium wangi hawamu
Oh, sedudo….
Cucuran tetes airmu membasuh tubuhku
Meringankan beban dalam otakku
Inilah Sedudoku,
Yang ada di Tanah Air ku
Berada dalam Provinsi JawaTimur kelahiranku
Terpatri di Kota angin Nganjuk
Menghipnotis tiap insan yang memandangnya
Inilah Sedudoku,
Air terjun kokoh tegak berdiri
Yang memiliki kekuatan tuk memikat hati
Bagai seorang berparas rupawan
Dengan keaslian dan kesederhanaan
Inilah Sedudoku,
Tidak hanya memiliki paras yang memikat
Namun, memiliki cerita di masyarakat setempat
Beberapa ritual tercatat
Dibalik derai air Sedudo
Pohon yang tenah subur tegak berdiri
Tumbang oleh sambaran petir
Gosong terbakar
Terbuang, terkapar
Tiada yang mau memandang
Hitam pekat mendominasinya
Hanya warna itu yang nampak oleh mata
Sungguh tak memikat
Membuat orang tak semangat
Hujan membasahi tubuh gosongnya
Dan iringan angin…
Menyapu serpihan badannnya
Waktu berlalu begitu saja
Tinggalkan dirinya yang tergeletak tak berdaya
Musnah sudah
Takkan tumbuh sehijau dan serindang dulu
Kini hanya bekasnya
Terukir di atas hamparan tanah
Terlihat jelas di pandang
Sosok bermata biru
Berambut blonde
Matanya lebar menyimpan kepedihan
Yang terselip jauh dalam batinnya
Dia sendiri
Tak punya orang terkasih
Terlahir sebagai shinobi
Yang tak punya ayah ibu sejak dini
Dia tak kenal kata menyerah
Walau tlah dihina karena keanehannya
Dia berjuang tak kenal lelah
Dengan harapan menjadi pemimpin di desanya
Dan diakui oleh teman-temennya
Hingga saat dewasa
Dia mulai mengenal rasa bahagia
Mendapatkan angannya
Biar belum terwujud sempurna
Tapi, dia sudah hampir menggenggam
dunia
Uzhumaki Naruto
Namanya terdengar sampai ditelinga ini
Sosok yang selalu sepi
Tapi tak menyerah, meratapi
Tetap berjuang tiada henti
Walau hati pedih
Tawa renyahnya masih dapat terlihat
pasti
Mata terpejam dalam gelap
Udara dingin mendekap
Sunyi menyambut akrab
Menyapa diri yang telah kalab
Langit semakin gelap
Malam pun kian sunyi senyap
Ruang kosong terasa pengap
Cahaya rembulan seakan lenyap
Malam sunyi terasa nikmat
Hempaskan kisah yang pernah menyayat
Malam sunyi membelenggu diri
Mengunci nurani yang sepi
Kaki
melangkah payah
Mencoba
mencari arah
Di
tengah lautan api membara
Membakar
jiwa raga
Seonggok daging bernyawa
Berdiri diatas kerapuhan
Membawa segumpal luka
Terenggam erat di tangan
Dipegang,
Dibawa melangkah, melenggang
Tinggalkan beban dalam pikiran
Yang
membelenggu, mempermainkan
Setetes
zat cair dari indra pengelihatan
Jatuh menetes tak tertahankan
Merasai rasa yang bersemayam jauh
dalam dada
Tersembunyi, tersimpan rapi
Tiada terlihat
Udara dingin merasuk
Menembus pembungkus tulang
Menusuk,
Menyeruak masuk
Terasa
ngilu disetiap jengkal
Lumpuhkan
oragan dalam
Lemahkan
seluruh badan
Matikan
syaraf pikiran
Terpaku
membisu
Merasai
tubuh mati kaku
Tak
bergerak, tak bisa melaju
Mulut
pun membisu
Kata-kata
hanya terpendam pilu
Kini
tak lagi utuh
Segalanya
telah runtuh
Raga
yang kokoh terjatuh,
Tergeletak,
Terkapar,
Terlelap
diam selamanya
Kelam langit membentang tak beraturan
Menenggelamkan rembulan yg semakin padam
dan gelap awan membelenggu
mengelilingi jiwa yg tak lagi utuh
terdengar suara desir angin
menyapa lihir penuh duri
dan sang bintang yg bercahaya
meredup pasti di tengah kepekatan malam
dan nurani yang tercabik, tersayat habis
terbuang tiada arti
inilah selingan malam,
yang hanya menyapa ku sekilas, lalu menghilang
Menenggelamkan rembulan yg semakin padam
dan gelap awan membelenggu
mengelilingi jiwa yg tak lagi utuh
terdengar suara desir angin
menyapa lihir penuh duri
dan sang bintang yg bercahaya
meredup pasti di tengah kepekatan malam
dan nurani yang tercabik, tersayat habis
terbuang tiada arti
inilah selingan malam,
yang hanya menyapa ku sekilas, lalu menghilang
Kau datang ketika
petang
Memberi cahaya
dikala gelap mendekap
Memberi
kehangatan di tengah dinginnya malam
Memberi tawa di saat hati gundah
Meyakinkan tuk menitih jalan yang sama
Tapi, ketika badai
menerjang ditengah perjalanan
Kau berhenti dan
pergi
Tanpa menengok kembali
Lalu, tiba-tiba
kau terlihat lagi
Menyapa diri,
mencoba mendekati
Kau hadir kembali
Ketika pedih menguasai
Ketika luka mewarnai
Dan kau member cahaya kembali
Melukiskan tinta warna-warni
Menggenggam hati ini
Namun, kau kembali pergi
Tinggalkan hati yang kau warnai
Tinggalkan tawa yang kau sebari
Kau datang, pergi, kembali, lalu pergi…..
Semua
mata memandang tajam
Mengarah
pada diri yang tergeletak sendiri
Lontaran
kata terdengar begitu pedih
Menghujam
diri betubi-tubi
Sorot
mata itu…
Menyayat
hati yang dilanda pilu
Tak mau peduli
Acuh tak acuh melewati
Malah tertawa sesekali
Ketika menatap diri yang tak berarti
Mata itu selalu tajam
Mengarah penuh kebencian
Menusuk seluruh badan
Mata yang selalu meremehkan
Menganggap diri tak punya kekuatan
Mata itu bagai sebilah pisau
Membelah
hati dan lukai diri
Semua
mata itu…
Hilangkan bentangan langit biru
Hanya kelam yang kini membelenggu
Menguasai,
mengunci
Ditengah
kehancuran dalam sepi
Sayup-sayup terdengar
Suara merdu bersenandung
Berpadu dengan melody
Berirama dibawah gemelut hati
Kala raga bergoyang
Mendengar lantunan indah memikat
Temani jiwa yang sepi
Hilangkan perih dihati
Dendangan music hentakkan badan
Melayangkan beban dalam pikiran
Sesaat tak ingat
Akan hilangnya mimpi akibat diformat
Oleh beberapa tangan biadap
Lantunan senandung pilu
Lumpuhkan ingatan yang tlah lalu
Senandung merdu
Racuni
seluruh tubuh
Ku tulis dalam lembar tak bergambar
Kronologi jejak langkah bersama
Yang dulu pernah berjalan seirama
Berpadu di bawah indahnya sang surya
Ku rangkai kata tuk jadi kalimat
Dimana
dulu pernah ada yang mengucap
Membuat
satu organ dalam terjerat
Terjebak
dan terperangkap
Ku putar
kembali film lama
Menampakkan
adegan keturunan adam dan hawa
Yang
sedang tertawa bersama
Bernyanyi
penuh suka cita
Ku lukis sebuah muka di atas pasir
Di pinggir pantai tanah jawa
Hanya terpampang beberapa detik
Dan dengan cepat gelombang musnahkannya
Semua
sirna…
Hilang
tiada bekas
Ku buka
mataku yang terpejam
Dan
tersadar akan beberapa memori menghujam
Memaksa
masuk, memberontak tuk dilihat
Itulah
rindu yang tengah terjerat
Sebersit
rasa melintas nyata
Mengorek
memori yang terpendam lama
Membuka
kembali ingatan yang tersisa
Menampakkan dua insan di dunia
Masa dimana masih ada cinta
Di waktu dulu kala
Kini semua terasa begitu nyata
Tapi ternyata,
Hanya pandangan fana semata
Yang terlintas sekejap mata
Lalu hilang memusnah
Terbang bersama bayang yang ada
Yang menghampiri diri di kala senja
Ini adalah
kisah
Tentang asa dan
rasa
Bukan sebuah
hasil karya
Yang nampak
indah
Dan dapat
ditonton oleh beribu pasang mata
Ini adalah
kisah
Sederhana
namun, tak begitu mudah
Cukup rumit,
tapi tak serumit matematika
Karena tak ada
logika
Atau rumus
aritmatika
Ini adalah
kisah
Dimana ada
jalinan cinta
Bukan sekedar
perjanjian perusahaan jasa
Tak ada kata
piutang usaha
Atau utang
usaha
Ini adalah
kisah
Yang pernah ada
Dimasa dulu
kala
Namun, bukan
seperti sejarah di sekolah
Yang membahas
kerajaan hindu budha
Atau masa
penjajahan belanda
Ini adalah
kisah
Yang pernah ada
Namun, tak di
seluruuh jagat raya
Hanya ada di
satu daerah
Di dalam pulau
Jawa
Ini hanyalah
sebuah kisah nyata
Bukan sekedar
asumsi jaksa
Yang sedang
mengitimidasi terpidana
Ini hanyalah
sebuah kisah.....
Duduk
sendirian dalam ruangan
Terdiam
di tengah keheningan
Mencoba
menenangkan fikiran
Yang
mengganggu, mempermainkan
Sebuah
pertanyaan menjadi lakon
Membelenggu
seisi otak
Satu
pertanyan...
Tentang
si pengirim pesan singkat
Yang
datang secepat kilat
Di
hari penuh cinta
Sederet
kata dirangkainya
Menjadi
kalimat penuh tanda tanya
Siapakah
si pelaku?
Yang
bekerja dibalik kalbu
Ku
yakin ku tau
Tapi
ternyata, hipotesaku tak sekuat batu
Ahh,
sungguh tergelitik hatiku
Ingin
segera buka topengmu
Hey,
si pengirim pesan singgkat...
Siapakah
dirimu?
Pagi
berganti petang
Malam
pun datang
Dengan
taburan kegelapan
Menyelimuti
diri dikesendirian
Jam berdetak
perlahan
Meninggalkan
tiap detik kenangan
Tanpa
goresan cet berwarna
Kanvas
putih terpampang
Dibawah
gemelut awan petang
Hanya
angin yang berhembus
Makhluk
hidup tlah dibius
Kepekatan
kian menjadi
Membelenggu
diri
Hancurkan
raga
Mungkin
masih tersisa sebuah cahaya
Tersembunyi
jauh didasar lembah
Satu
cahaya kecil cukup terang
Kan
bisa hancurkan malam petang
Cukup
satu cahaya kan sinari seluruh jagat raya
Mentari
nampak bersinar terang
Udara pun terasa nikmat
Dan daun
beroyang lirih dibelai angin
Sesaat semua diam
Seoalah
waktu dihentikan sejenak
Dan
khayalan langit biru
Menyapa
diri,
Memupuk
angan dan rindu
Menguak
bayang semu
Yang tak
hilang
Namun,
terlihat samar
Semua
berpadu
Dalam
dekapan kalbu
Semua yg pernah terukir
indah
kini hanya tinggal coretan luka
semua tlah berbeda
keadaan yg memaksaku tuk berubah
keadaan yg membuat kita saling tak suka
keadaan yg membentangkan jurang pemisah diantara kita,
semua yg terjadi...
Janganlah kau sesali,
dan keindahan yang dulu menghinggapi
simpanlah dengan rapi, tanpa harus kau lihat dan kau ratapi.
Anggaplah aku sebagai singgahan sementara,
yg pernah mengukir tawa dan lara...
Semua tlah sirna,
dan tak kan kembali seperti dahulu kala
Biarkanlah ini berjalan apa adanya,
dan tak harus menentang kehendaknya.
Tapi, semua tlah berbeda...
Ku hanya bidadari yg membawa luka bahagia,
singgah dan pergi begitu saja.
Jangan pernah mengingatku lagi,
ku tak ingin mengukir luka di hati yg kau cintai,
kau tak kan hilang, tak kan terbang,
kau akan slalu ku simpan tapi, tak kan ku buka kembali...
Karena ku tak mau menyayat hati sang peri.
Biarkan ini seperti ini,
hingga akhirnya...
Kita kan lihat akhir cerita ini
kini hanya tinggal coretan luka
semua tlah berbeda
keadaan yg memaksaku tuk berubah
keadaan yg membuat kita saling tak suka
keadaan yg membentangkan jurang pemisah diantara kita,
semua yg terjadi...
Janganlah kau sesali,
dan keindahan yang dulu menghinggapi
simpanlah dengan rapi, tanpa harus kau lihat dan kau ratapi.
Anggaplah aku sebagai singgahan sementara,
yg pernah mengukir tawa dan lara...
Semua tlah sirna,
dan tak kan kembali seperti dahulu kala
Biarkanlah ini berjalan apa adanya,
dan tak harus menentang kehendaknya.
Tapi, semua tlah berbeda...
Ku hanya bidadari yg membawa luka bahagia,
singgah dan pergi begitu saja.
Jangan pernah mengingatku lagi,
ku tak ingin mengukir luka di hati yg kau cintai,
kau tak kan hilang, tak kan terbang,
kau akan slalu ku simpan tapi, tak kan ku buka kembali...
Karena ku tak mau menyayat hati sang peri.
Biarkan ini seperti ini,
hingga akhirnya...
Kita kan lihat akhir cerita ini
Wajahnya terpampang di
beranda
Bersama seorang wanita
Yang mungkin kini tlah di
cintainya
Senyum sumringah dari
bibirnya
Menyayat seisi dada
Bukan karena iri menatapnya
Namun terlebih, karena muak
memandang wajahnya
Tampang yang tak ingin lagi
dilihat mata
Namun kini, jelas tergambar
dalam kornea
Memproyeksikan dari apa yang
ada
Tentang sosok makhluk dunia
Hadir kembali dalam gambaran
nyata
Sosok yang dulu ada
Yang sering berdusta
Yang tlah menodai kesucian
cinta
Lihatlah tampangnya
Tertawa lepas seolah tiada
dosa
Dan slalu memakai topeng
sebagai penutup wajah busuknya
Tuk mencari mangsa
berikutnya...
Sebagai pemuas hasratnya
Seseorang tlah mengetahui
kedoknya
Tentang latar belakangnya
Tentang pikiran kotornya
Tapi, wanita di sampingnya
Terbuai oleh wajah manisnya
Hingga kepalsuan yang
dilukisnya
Yang dipandang bagai sebuah
hasil karya
Tanpa tau isi di dalamnya
Sungguh
lelah telinga mendengar
Ungkapan
kepalsuan yang terpampang
Terpajang
di setiap sudut perkotaan
Memaksa
tuk dilihat
Agar
sang dewi terpikat
Oleh
kemanisan lidahnya
Dan
terbuai dalam dekapnya
Sungguh
picik fikirannya
Menipu
daya sang dewi pujangga
Dasar
srigala berbulu domba
Mulutmu
penuh dusta
Melukai
beribu kaum hawa
Dan
hancurkan impi dewi pujangga
Tertawalah
hingga mulutmu berbusa
Karena
karma...
Kan
datang bila saatnya tiba
Malam
ini...
Aku
melihatnya
Dengan
senyum yang begitu indah
Ku
terpaku, terdiam membisu
Sungguh
ku tak mampu
Membendung
segala rasaku
Malam
ini...
Aku
melihatnya
Berjalan
kearahku
Lalu
degup jantungku
Berirama
tak tentu
Malam
ini...
Kau
mendekapku
Dalam
pelukan hangatmu
Ku
tersipu, terhenyak sukmaku
Merasakan
harum bau tubuhmu
Malam
ini...
Kau
mengajakku
Berdansa
dibawah purnama
Lalu
tiba-tiba...
Angin
menyapaku
Membawaku
terbang, meninggalkanmu
Dan
saat itu,
Baru
ku tersadar
Jika
malam ini...
Ku
hanya melihatmu dalam mimpiku
Sebongkah permata tiada
bercahaya
Berada di tengah indahnya
lautan dunia
Yang dulu pernah
menyanjungnya
Ketika rautnya begitu cantik
jelita
Dengan kilaunya yang
rupawan
Selalu dapat menarik
perhatian
Banyak yang menginginkan
Banyak yang mendambakan
Meski sulit tuk di
dapatkan
Tapi kini, ketika
kilaunya hilang
Dan segala yang dipunya
melayang
Tak satu pun mau
memandang
Tak seorang pun menyayang
Semua hanya datang
Ketika dia bersinar
terang
Dan meninggalkan...
Ketika tak lagi rupawan
Senyum
kecut menghiasi bibir
Mengelabui
setiap pandangan mata
Bersembunyi
di balik tawa
Berendam
dalam tangis air mata
Segumpal
ingatan yang tersisa
Kembali
nampak begitu nyata
Terasa
pedih membelenggu seisi dada
Lara
yang masih tersimpan
Terpendam
dalam menyimpan kebencian
Kini
menguak secara perlahan
Satu
kejadian yang pernah terekam
Membuat
beberapa hati tertikam
Masa
suram yang terlukiskan
Tak
dapat di hapus dari ingatan
Pedih
itu slalu terasa
Mengiringi
tiap langkah
Meski
bisa tertawa
Namun,
paras masih menyembunyikan lara
Awan gelap membentang
luas
Selimuti hati yang tlah
mengeras
Berdiri di bawah
kepekatan
Tanpa secercah sinar
rembulan
Gundah gulana terasakan
Melibas kekokohan jiwa
dan raga
Membuat diri tergeletak
tak berdaya
Lalu sebersit kehangatan
menyapa
Membawa diri keatas
menara
Tuk menatap betapa
indahnya dunia
Sosok yang pernah
mengukir cerita
Kini ada di tengah gelap
gulita
Entah apa yang di
fikirnya
Sehingga kembali menyapa
sang pujangga
Dan berikan sedikit warna
berbeda
Membuat tawa akhirnya
kembali tercipta
First time, you said really love me
First time, you always to come me
Although you know that is so difficult
But you worked hard for meet me
I was known you are a good boy
And I was known about your felt to me
Cause, I am feel too
I love you, I really love you
But, you can’t believe of me
Cause, you’re never believe me
Why?
Why you’re never believe me?
Oh, Bob...
Now I hate you, I really hate you
You know why?
Cause you’re so egoist
You’re never listen my words
You’re never understand me, never!
Bob...
You just think of yourself
You just care about your feeling
Without care of me
Bob...
You have gone a long
But, you always came back
You came and go away
I hate to see you came and go repeatedly
You make me confuse
Bob,
Please said to me, what do you want?
Cause I’m tired, I really tired
Bob...
What do you know about me?
Do you know about my feel?
Do you know about my life?
NO,
Yes, you’re never know all of about me
Cause, you just think of yourself
Now, I want you’re be
honest
Try to talk about everything
To me, to her, and everyone
Please, don’t lie again!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar